-
Jadwal & Lokasi SIM Keliling di Bali Senin 5 Juni 2023, Silakan Cek!
51 menit lalu -
Menjelang MNEK 2023, Pesawat Bonanza Bermanuver dan Prajurit TNI AL Terjun Payung, Nih Lokasinya
52 menit lalu -
Kasus Gigitan Anjing Rata-rata Seratusan Sebulan
38 menit lalu -
BPBD dan Damkar Denpasar Akan Jadi 2 OPD
48 menit lalu -
Habib Ali: Gus Muhaimin Sangat Pas Jadi Cawapres Ganjar, Prabowo atau Anies Baswedan
29 menit lalu -
Unud Raih Penghargaan Pengelola Beasiswa ADik Terbaik
40 menit lalu -
Menteri Bahlil Ungkap Data Pengangguran Indonesia
48 menit lalu -
Peran Penting Gajah Mada di 3 Raja Bikin Majapahit Disegani hingga Mancanagera
46 menit lalu -
6 Fakta Pencairan Bansos Juni 2023, Penerima Kantongi Rp200 Ribu hingga Rp3 Juta
41 menit lalu -
Kemarau di Buleleng Paling Kering
46 menit lalu -
Gempa M3,0 Guncang Ternate Malut
37 menit lalu -
Perayaan Waisak Digelar di Wihara Dharma Ratna
33 menit lalu
Terkait Data Kekuatan Nuklir, Rusia dan Amerika Serikat Kian Panas

GenPI.co - Hubungan Rusia dan Amerika Serikat kian panas terkait data tentang kekuatan nuklir kedua negara.
Kabarnya, Amerika Serikat sudah tidak akan lagi membagikan data kepada Rusia tentang kekuatan nuklir strategisnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh John Kirby selaku juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat.
Amerika Serikat mengambil langkah tersebut karena Rusia pada Februari 2023 lalu mengumumkan untuk menangguhkan partisipasinya dalam New START.
Sekadar informasi, New START sendiri merupakan perjanjian tentang pelaporan dan pengurangan senjata nuklir antara Amerika Serikat dan Federasi Rusia.
"Ini dilakukan sebagai tanggapan atas penolakan Rusia untuk memberikan data (nuklirnya) terlebih dahulu," ucap John Kirby dikutip dari Al Jazeera, Rabu (29/3).
Kirby menjelaskan, Amerika Serikat siap untuk memberikan datanya lagi asalkan Rusia mematuhi janji New START.
"Kami dengan senang hati akan memberikan data kami jika Rusia mau mematuhi perjanjian itu, tetapi kami tidak melihat alasan untuk memberi insentif kepada Rusia untuk tidak mematuhi perjanjian itu dengan membagikan data yang mereka inginkan," ujarnya.
Di bawah pakta kendali senjata nuklir terakhir antara Amerika Serikat dan Rusia, kedua negara diwajibkan untuk bertukar data komprehensif setiap enam bulan, termasuk tentang jumlah dan karakteristik sistem senjata yang mereka miliki.
Perjanjian START, yang mulai berlaku pada 2011, membatasi masing-masing pihak untuk tidak memiliki lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir yang dikerahkan, dan hal itu memerlukan serangkaian langkah verifikasi seperti pemeriksaan langsung di tempat.(*)
Tonton Video viral berikut: