-
Sahabat Lionel Messi Konfirmasi Argentina Siap Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023 Gantikan Indonesia
34 menit lalu -
DPRD Kabupaten Bogor Minta Pemasangan Mahkota Tugu Pancakarsa Senilai Rp500 Juta Ditunda
56 menit lalu -
Direksi-Komisaris BUMN Dilarang Terima Gaji Double, Ini Reaksi Ahok
49 menit lalu -
Ini Jurus BI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
53 menit lalu -
Thomas Doll Bisa Bawa Persija Juara Asal
46 menit lalu -
Lepas Tim ke Kongo untuk Pasukan Perdamaian PBB, Panglima: Ini Tugas Istimewa!
40 menit lalu -
Begini Harapan Senator Filep Soal Penanganan Konflik Bersenjata di Papua
48 menit lalu -
Banyak Tebing Eksotis dan Curam, Basarnas Bali Latih Potensi SAR di Nusa Penida
37 menit lalu -
PSSI Sempat Berusaha, Tapi Gubernur Bali Tetap Tolak Israel
21 menit lalu -
Kasus Pencabulan Guru Taekwondo di Solo, Korban Bertambah Jadi 7 Orang
17 menit lalu -
Pemkot Jakbar Buka Layanan Hapus Tato Gratis Selama Ramadhan 2023
13 menit lalu -
Ono Surono Ajak Ulama dan Pesantren Tebar Kebaikan di Bulan Ramadan
16 menit lalu
Skandal Korupsi Bantuan Perang, Ini Daftar Pejabat Tinggi Ukraina yang Mengundurkan Diri

UKRAINA - Sejumlah pejabat senior Ukraina kehilangan pekerjaan mereka akibat skandal korupsi yang melanda pemerintahan Presiden Volodymyr Zelensky. Skandal ini merebak di tengah pergulatan negara itu dalam menghadapi invasi Rusia.
Alhasil, Ukraina melakukan reshuffle sejak perang meletus muncul di saat para pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan Washington menyatakan kesiapannya untuk memasok tank M1 Abrams untuk Kyiv.
Zelensky sendiri terpilih menjadi Presiden Ukraina pada 2019 dengan mengusung kampanye anti-kemapanan dan anti-korupsi di negara yang telah lama dicengkeram oleh korupsi. Tetapi, tuduhan korupsi baru-baru ini muncul saat sekutu Barat menyalurkan miliaran dolar untuk membantu Kyiv berperang melawan Moskow.
Sejumlah pejabat beberapa negara, termasuk AS, menuntut lebih banyak pertanggungjawaban atas bantuan tersebut, mengingat skandal korupsi yang merajalela di Ukraina. Demikian dilansir dari VOA.
Sementara Zelensky dan para pembantunya menggambarkan pengunduran diri dan pemecatan sejumlah anggota kabinet sebagai bukti keseriusan mereka untuk menindak korupsi. Skandal ini dapat dimanfaatkan oleh Rusia untuk melakukan serangan politik terhadap Ukraina.
Perombakan bahkan menyentuh kantor pemerintahan Zelensky. Wakil ketuanya, Kyrylo Tymoshenko, yang terkenal karena pembaruan taktik medan perangnya, memutuskan mengundurkan diri ketika presiden berjanji untuk menangani tuduhan korupsi, termasuk beberapa yang terkait dengan pengeluaran militer.
Sementara itu, skandal korupsi tersebut mempermalukan pihak berwenang dan dapat memperlambat upaya Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO.
Tymoshenko telah meminta untuk dibebaskan dari tugasnya. Dia tidak menyebutkan alasan pengunduran dirinya.
Media lokal mengatakan Wakil Menteri Pertahanan Viacheslav Shapovalov juga mengundurkan diri, sehubungan dengan skandal pengadaan makanan untuk angkatan bersenjata Ukraina. Wakil Jaksa Agung Oleksiy Symonenko juga memutuskan untuk berhenti.
Empat wakil menteri dan lima gubernur provinsi garda terdepan ditetapkan untuk meninggalkan jabatan mereka. Hal tersebut diungkapkan sekretaris kabinet negara itu di aplikasi pesan Telegram.
Walau begitu, pihak berwenang tidak mengumumkan tuntutan pidana apa pun. Belum ada penjelasan terkait hal itu.
Tymoshenko bergabung dengan kantor kepresidenan pada 2019 setelah mengerjakan strategi media Zelenskyy selama kampanye kepresidenannya. Dia sedang diselidiki sehubungan dengan penggunaan pribadinya atas mobil mewah dan termasuk di antara pejabat yang terkait dengan kasus penggelapan bantuan kemanusiaan senilai lebih dari USD7 juta yang dialokasikan untuk wilayah selatan Zaporizhzhia. Namun, dia membantah tuduhan itu.
Selain itu, seorang Wakil Menteri Infrastruktur, Vasyl Lozynsky, dipecat karena diduga berpartisipasi dalam jaringan penggelapan dana anggaran pada Minggu (22/1/2023).
Badan anti-korupsi Ukraina menahannya saat dia menerima suap USD400.000 karena membantu memperbaiki kontrak untuk memulihkan fasilitas yang dihancurkan oleh serangan rudal Rusia, menurut Menteri Infrastruktur Oleksandr Kubrakov. Ia dijadikan tahanan rumah, diminta menyerahkan paspor, memakai alat pemantau, dan tidak berkomunikasi dengan saksi.