-
Lepas Masa Lajang, Vanessa Angel Diam-diam Telah Menikah
4 jam lalu -
Unjuk Rasa Menolak UU Anti-Islam India Berujung Kerusuhan, Enam Stasiun Kereta Api Dibakar
22 jam lalu -
Riot Siap Rilis Gim RPG dengan Latar Belakang League of Legends
22 jam lalu -
Terbukti Korupsi, Mantan Presiden Sudan Cuma Dikirim ke Pusat Rehabilitasi
21 jam lalu -
Mahalnya Pilkada Langsung Hingga Habiskan Uang Rp 100 miliar
21 jam lalu -
Tertinggal 10 Angka dari Liverpool, Rodgers: Leicester Tak Bicara Gelar Juara Liga Inggris
21 jam lalu -
14 Orang Tewas Akibat Bus Jatuh ke Jurang di Nepal
18 jam lalu -
Google Assistant Versi Mobile Sudah Disuntik Fitur Interpreter
22 jam lalu -
Cara Yenny Wahid Didik Anak agar Suka Sayur dan Buah
18 jam lalu -
Wah, Deretan Uang Kuno Ini Dijual dengan Harga Selangit
18 jam lalu -
Indonesia Gugat Eropa ke WTO Terkait Perlakuan Diskriminatif
17 jam lalu -
Robot Kini Kuasai Beberapa Negara Bagian AS
22 jam lalu
Masyarakat Lebih Suka Minum Kopi jadi Penyebab Pepsi Hengkang dari Indonesia

Covesia.com - Pepsi minuman berkarbonasi asal Amerika Serikat (AS) dikabarkan tidak lagi jualan di Indonesia mengingat habisnya masa kontrak Pepsi dengan PT Anugerah Indofood Barokah Makmur (AIBM).
Berdasarkan kesepakatan antara AIBM dan PepsiCo Inc, minuman Pepsi tak lagi dijual di Indonesia mulai 10 Oktober 2019.
Anggota Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Thomas Darmawan menilai, perubahan konsumsi masyarakat yang bergeser ke minuman kopi menjadi salah satu alasan hengkangnya PepsiCo dari Indonesia.
"Trennya memang turun. Orang mulai kembali ke minuman jus, buah-buahan, teh, apalagi anak muda sekarang lebih tertarik minum kopi. Pertumbuhan minuman kopi saat ini lumayan," kata Thomas dilansir dari Antara, Jumat (4/10/2019).
Menurut dia, saat ini kesadaran masyarakat akan tingginya kandungan gula dalam minuman berkarbonasi dan gas dalam soda, membuat konsumsi jenis minuman itu menurun.
Selain itu, pesaing terbesar Pepsi, yakni Coca-Cola, juga lebih gencar melakukan promosi dan menjual dalam kemasan yang lebih kecil dengan kisaran harga Rp 3.000 per botol.
Meski saat ini minuman berkarbonasi masih didominasi oleh Coca-Cola, Thomas menilai masih ada minuman ringan lainnya, seperti Sarsaparilla dan air limun yang masih digemari masyarakat.
"Sekarang kita lihat yang lokal, seperti Sarsaparilla, minuman limun lokal masih ada, tetapi yang lebih bagus pertumbuhannya memang minuman teh, susu dan jus, karena lebih murah," kata dia.
Ada pun data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan pertumbuhan industri minuman masih positif.
Sektor industri minuman pada semester I- 2019 menunjukan pertumbuhan sebesar 22,74 persen, yang berkontribusi sebesar 2,01 persen terhadap industri pengolahan non migas dengan nilai investasi penanaman modal asing (PMA) sebesar 68,72 juta dolar AS dan investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 1,43 triliun.
(lif)