-
Ganjar : Semua Orang Punya Hak Berdemokrasi
47 menit lalu -
Siskaeee Akui Dibayar Rp10 Juta untuk Satu Film Porno
40 menit lalu -
Siskaeee Dibayar Rp10 Juta Bintangi Film Kramat Tunggak
39 menit lalu -
Papera Jogjakarta Deklarasi Dukung Prabowo
47 menit lalu -
Bahas Perubahan Iklim, Menko Luhut: Tak Usah Ajarin Kami!
49 menit lalu -
Gibran Didorong Maju sebagai Cawapres
48 menit lalu -
Inilah Keputusan Pemerintah soal Tiktok Shop, Tidak Boleh Medsos Merangkap Perniagaan
51 menit lalu -
Sahroni NasDem Yakin Anies Bakal Wujudkan Satu Indonesia, Satu Perekonomian
42 menit lalu -
Usut Kasus TPPU Panji Gumilang, Bareskrim Sudah Periksa 46 Saksi
33 menit lalu -
Deretan Pejabat BUMN Jadi Tersangka Korupsi, Erick Thohir Bakal Terus Bersih-Bersih
30 menit lalu -
TPA Sukawinatan Palembang Kembali Terbakar, Lihat
52 menit lalu -
Profil dan Biodata Messina Denaro, Bos Mafia Sisilia Asal Italia yang Meninggal Dunia
34 menit lalu
Kisah Pohon Sukun Bercabang Lima Inspirasi Bung Karno Lahirkan Pancasila
KISAH tentang Soekarno yang dibuang ke Flores, tepatnya di Ende yang sekarang menjadi salah satu kabupaten di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) selalu dikaitkan dengan pohon sukun.
Sejarah mencatat, pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, Soekarno kerap kali keluar masuk penjara. Setelah dipenjara di tempat tahanan Sukamiskin pada 1934-1939, Bung Karno masih dianggap sebagai figur berbahaya bagi kepentingan kolonial Belanda.
Ketakutan itulah yang mendorong penjajah untuk membuang Soekarno ke Flores, tepatnya Ende, sebuah tempat yang jauh dan terpencil di Indonesia bagian timur.
Bung Karno menjalani masa tahanan di Ende dalam waktu yang relatif lama, yakni selama empat tahun, dari 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938. Saking jauhnya dari Jawa menuju Flores, waktu yang ditempuh Bung Karno mencapai 8 hari perjalanan dengan menggunakan kapal laut.
Soekarno didampingi istri tercinta Inggit Garnasih, anak angkat Ratna Djuami, serta Ibu Amsi mertuanya. Mereka menempati rumah sederhana milik Abdullah Ambuwawu di kawasan Ambugaga, kampung kecil yang terdiri dari pondok-pondok beratap ilalang. Di sinilah Soekarno dan keluarga menjalani kehidupan bersahaja.
Sebagaimana lumrah, tokoh yang dibuang ke tempat terpencil, akses untuk berkoresponden menjadi fakta tak bisa dipungkiri. Namun, di sinilah ketokohan itu menguat. Ia ditempa menjadi tokoh yang makin tegar di alam yang serba sulit. Soekarno jadi memiliki banyak waktu untuk membaca dan lebih banyak berpikir daripada sebelumnya.
Dia mulai mempelajari lebih jauh soal agama Islam, hingga belajar pluralisme dengan bergaul bersama pastor di Ende. Ia mengalami keseharian masyarakat Ende yang sangat harmonis dalam berketuhanan dan bermasyarakat. Selain itu, Soekarno juga mulai melukis dan menulis naskah pementasan drama.
Tak hanya itu, Bung Karno juga berkebun. Di sekitar lokasi pengasingannya, terdapat sebuah taman, tempat Bung Karno banyak merenung. Di taman tersebut, terdapat pohon sukun yang rindang bercabang lima. Dari sinilah Soekarno merancang lima bulir yang menjadi dasar Pancasila.