-
Pamer Pose Mennggoda, Vanessa Angel: Cash Aja Enggak Usah Transfer
3 jam lalu -
VIDEO: Baru Rilis, Trailer Milea: Suara Dari Dilan Tembus 1 Juta Penonton
16 jam lalu -
Ecto-1 Ghosbusters Siap Tampil Kembali Di Bioskop Rilis Tahun Depan
22 jam lalu -
2020 Peugeot Hadirkan 2008 Versi Listrik, Tapi?
21 jam lalu -
Sirkuit Sentul Bogor Siap Gelar Balap Gokart Berkelas International
19 jam lalu -
Apa Saja Manfaat dari Mematikan Lampu Saat Tidur?
17 jam lalu -
Sistem Pendidikan SDM Transportasi Bakal Dirombak
15 jam lalu -
Budaya Patriarki Jadi Tantangan Terbesar Kesetaraan Gender di Indonesia
18 jam lalu -
Hotman Paris Bahas Perselingkuhan, Warganet Singgung Eks Dirut Garuda
15 jam lalu -
Suzuki Peduli Angkot 2019
20 jam lalu -
DPR RI Dukung Penguatan Kerja Sama Ekonomi dengan Djibouti
15 jam lalu -
Penjualan Gawai Meningkat Jelang Akhir Tahun
14 jam lalu
0
Ketemu Project Gandeng Hong-Gah Museum Taiwan

MANGUPURA, .com
Karya seni video menjadi medium yang membuka babak baru dalam panggung seni kontemporer. Ketemu Project bersama Hong-Gah Museum, Taiwan berkolaborasi menghadirkan pilihan karya seni video dalam screening yang digelar Sabtu (9/11/2019) di halaman ABBC Building, Nusa Dua, Badung.
Founder Ketemu Project, Budi Agung Kuswara, menyampaikan karya seni video yang dihadirkan merupakan bagian dari Taiwan International Video Art Exhibition (TIVA). "Jadi mereka memang punya program mengorganisir pameran-pameran seni berbasis video di kancah internasional sejak 2008," jelasnya.
Ia menambahkan lewat screening ini salah satu tujuannya adalah mengenalkan program TIVA. "Digelar di Bali sekaligus untuk mencari seniman-seniman Bali yang mengekplorasi medium video dalam kegiatan keseniannya," tambah Budi.
Budi memaparkan ada lima karya seni video yang di-screening, yakni, The City Where No One Walks karya Cheng Ting-Ting, The March of the Great White Bear karya Sheng-Wen Lo, Marshal Tie Jia: Jingsi Villag karya Hsu Chia-wei, Shui Yuan Lin Legend karya Chen I-Chun, dan Caecuscreaturae karya Liu Yu.
Menariknya dalam acara ini Ketemu Project juga melengkapi dengan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia). Pasalnya, mereka melibatkan sejumlah komunitas disabilitas di Bali seperti Bali Deaf Community, Rumah Berdaya, dan Gerakan Untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Bali. "Memang kegiatan Ketemu Project sejak tahun lalu berfokus pada aksesibilitas dengan melibatkan teman-teman disabilitas, baik mental maupun fisik," kata Budi.
Ia mencontohkan pada acara ini penyandang disabilitas bisa sharing dengan organisasi kesenian di luar Indonesia dalam diskusi setelah screening. "Itu kan informasi yang menarik yang tidak hanya untuk diakses oleh kita tetapi juga teman-teman disabilitas," ucapnya.
Diskusi sendiri menghadirkan dua orang kurator dari Taiwan sebagai pembicara, yakni Zoe Yeh dan Efa. Melalui keterlibatan ini pihaknya berupaya meneguhkan gerakan kreabilitas yang berangkat dari kepercayaan bahwa setiap orang adalah kreatif, terlepas dari keterbatasan yang dimiliki. "Kami mengajak teman-teman disabilitas untuk menunjukkan karya-karya dan kreativitas mereka dam ikut berperan dalam ekonomi kreatif," pungkasnya.*has
Sumber: Nusabali
Berita Terkait
Berita Populer Dari Nusabali