-
Perpani Bali Harapkan 15 Atlet Lolos PON 2024
39 minutes ago -
Empat Tim Rugby Wajib Lolos PON
56 minutes ago -
Pohon Setinggi 12 Meter Tumbang Diterjang Angin Kencang, Akses Jalan Ratna Bekasi Terputus
55 minutes ago -
Peneliti SMAN 1 Denpasar Berjaya Thailand Inventors Day 2023
37 minutes ago -
Jumlah Dapil Pileg 2024 di Buleleng Jadi 9
58 minutes ago -
Gunung Karangetang Meletus, Luncuran Lava Pijar Capai 1.500 Meter
56 minutes ago -
Cabor Layar Didesak Gelar Pelatnas SEA Games 2023
47 minutes ago -
Hotman Paris Hormati Putusan Hakim yang Tolak Eksepsi Teddy Minahasa
40 minutes ago -
SMANSA Cup Diikuti 39 Tim Basket
57 minutes ago -
Gegara Angin Kencang, Sejumlah Tiang Listrik dan Pohon Besar di Kota Depok Tumbang
31 minutes ago -
Sambil Sarapan, Cak Imin dan Airlangga Bakal Bertemu di Senayan Besok
53 minutes ago -
Hujan Badai, Pohon Besar Tumbang di Depan Kantor Sudinhub Jakut
45 minutes ago
Kasus Obat Sirup, Legislator Desak Pemerintah Perluas Wewenang BPOM

JAKARTA - Kasus kematian anak akibat gagal ginjal yang diduga karena cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada obat sirup anak mendorong legislator daerah mendesak DPR RI dan pemerintah pusat untuk segera mengesahkan RUU POM yang sempat tertunda. Tentunya akibat kasus ini, BPOM sangat disorot.
Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto mengatakan pengawasan terhadap peredaran obat dan makanan menjadi sesuatu yang sangat krusial karena menyangkut kesehatan dan keselamatan jiwa.
"Kami di daerah berharap adanya intervensi pemerintah untuk memastikan obat maupun makanan yang beredar di tengah masyarakat memenuhi status aman, sehat, utuh, dan halal," kata dia, dalam keterangannya, dikutip Selasa (29/11).
Atang mengatakan bahwa kasus ini dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, tentang pengawasan yang kurang optimal dari instansi terkait yang menurutnya bukan hanya BPOM saja, tapi juga Kementerian Kesehatan maupun Kementerian Perdagangan sebagai penanggungjawab langsung terhadap impor bahan baku obat serta penjamin mutu keamanan.
Kedua, adanya kesenjangan dalam mengawasi pelaku industri farmasi yang nakal. Pengawasan terhadap industri farmasi harus dilakukan secara kontinu dan tanpa pandang bulu. Dalam konteks obat, berlaku zero fault, tidak boleh ada kesalahan sedikit karena akibatnya akan fatal. Terakhir adalah terkait kewenangan BPOM.
RUU POM saat ini masih belum menjadi prioritas, terbukti masih belum masuk Prolegnas. Padahal, isu keamanan obat merupakan isu yang terkait langsung dengan keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Belum masuknya RUU POM sebagai prolegnas mengindikasikan bahwa obat dan makanan bukan sebagai prioritas masalah masyarakat. Untuk itu, pembahasan RUU POM ini penting untuk segera dilakukan.
Ke depannya, dia menilai perlu dikuatkan kelembagaan yang bisa melakukan pengawasan sekaligus juga penindakan. Saat ini BPOM bertindak sebagai pengawas peredaran obat dan makanan, namun kewenangannya terbatas.
Anggota DPRD Kota Batam Rohaizat mengatakan kasus ini sudah menjadi isu nasional dan harus menjadi perhatian para pemegang kebijakan baik di pusat maupun daerah. Baru-baru ini BPOM Batam juga menarik 81.000 obat sirup yang mengandung cemaran tersebut dari setiap apotek dan toko obat yang ada di kota ini."Kami di Batam memandang bahwa kasus ini merupakan fenomena gunung es," jelasnya.
Anggota Komisi III DPRD Kota Batam tersebut pun mendesak pemerintah pusat dan DPR RI untuk serius menggolkan RUU POM, karena semakin lama dibiarkan kasus-kasus model seperti ini akan terjadi lagi. BPOM harus diberikan otoritas yang lebih luas Sebagai pengawas dan regulator. Dia menilai BPOM perlu diberi wewenang untuk melakukan penindakan hukum atas distributor dan pelaku industri farmasi yang nakal.
Selain itu, BPOM juga perlu diberi wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap jual beli obat secara daring. Menurutnya, masyarakat saat ini dengan mudah mendapatkan obat dari luar negeri, padahal obat-obat tersebut tidak memiliki izin edar dan belum melalui proses pengujian laboratorium.
Kewenangan melakukan pemblokiran terhadap situs penjualan obat daring harus diberikan pada BPOM. Meski ini ranahnya Kemkominfo, namun bisa diserahkan pada BPOM khusus untuk obat dan makanan. Adapun Kemkominfo bisa fokus ke situs-situs lain non obat.
Berita Terkait
- Kurangi Ketergantungan Impor, Vaksin Bio Farma Segera Dipatenkan
- Menperin: Industri Otomotif Menguat, Farmasi dan Furnitur Negatif
- Legislator Tagih Peta Jalan Pendidikan ke Kemendikbudristek
- Lebihi Target, Bulog Cirebon Masih Terus Lakukan Penyerapan
- Siapa Jerry Lawson? Sosok di Game Jadul Google Doodle Hari Ini