-
Menaker Ida Fauziyah Tegaskan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja Tak Bisa Ditoleransi
57 menit lalu -
Hasil Final NBA 2022-2023: Unggul 3-1 atas Miami Heat, Denver Nuggets Butuh Satu Kemenangan Lagi untuk Cetak Sejarah
36 menit lalu -
Jelang Lawan Timnas Indonesia, Timnas Palestina Bakal Tiba di Jakarta Malam Ini
59 menit lalu -
Harga Terbaru BBM Pertamina, Shell hingga BP AKR 10 Juni 2023
38 menit lalu -
Perindo Dukung Ganjar Pranowo Berdasarkan Hasil Kajian hingga Poling Internal
53 menit lalu -
Pemkab Nganjuk Lirik Program Unggulan Jembrana
37 menit lalu -
3 WNA Pemain DJ & Peserta Dance for Peace Dideportasi, Bikin Onar saat Ditangkap, Duh
37 menit lalu -
Ganjar Dianggap Cocok Jadi Suksesor Jokowi, Punya Aspek Ketegasan dan Keberanian
27 menit lalu -
Festival Kedungu Dimeriahkan Lomba Surfing
38 menit lalu -
Klopp senang Liverpool Gaet Alexis Mac Allister
24 menit lalu -
Olah Ikan Predator Jadi Makanan Lezat
22 menit lalu -
Biaya Logistik, RI Kalah Saing dengan ASEAN
21 menit lalu
0
Bos Media Sebagai Pengurus Parpol Disorot

Pemilu 2024 yang makin meningkat suhunya, Dewan Pers minta wartawan mampu menjaga integritas dalam menjalankan profesinya sebagai penyedia informasi berita terpercaya, aktual, serta mengandung unsur keberimbangan. Dewan Pers menyoroti pemilik media berlatar belakang partai politik (parpol) mengancam independensi dan profesionalitas media di Pemilu mendatang.
"Memasuki tahun politik, integritas wartawan dalam mengawal masa kampanye dan Pemilu 2024 nanti akan sangat penting. Dengan menaati pedoman yang ada, otomatis akan menentukan integritas wartawan dalam menjalankan tugas sehari - hari," kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, di Simalungun, disela kegiatan Press Camp yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Jumat (17/3).
Menurut Ninik, di tengah kebebasan pers saat ini, hendaknya profesi wartawan dalam menyajikan informasi juga turut dibentengi oleh UU Pers serta penyiaran. Mengingat, saat ini masih banyak ditemukan sejumlah wartawan mengabaikan nilai karya yang dapat dipercayai masyarakat secara utuh.
"Karena kebebasan pers, maka dewan Pers mengeluarkan UU Nomor 40 untuk memagari. Berbagai kode etik yang merupakan pedoman bagi pers. Diantaranya jurnalis harus independen dalam menghasilkan karyanya, akurat, berimbang, dan tidak punya itikad buruk," kata Ninik.
Persoalan menghadapi era digital saat ini, kata dia, setiap media secara tidak langsung dituntut menyajikan berita dengan cepat. Namun, terkadang terkait keakurasian informasi atau keberimbangan justru diabaikan.
Karena itu, setiap wartawan harusnya bisa menempuh cara - cara professional dalam menyajikan karya jurnalistik. Mulai dari mendapat pengakuan badan hukum hingga kepemilikan kantor.
"Media cyber yang sudah melakukan validasi itu baru 1.700 media dari 2.400 yang mengajukan diri ke dewan pers. Artinya masih banyak media kita yang belum profesional. Artinya media pers harus sudah berbadan hukum Indonesia sehingga legal standingnya ada dan kantornya ada," katanya.
Selain menjaga integritas wartawan dan profesionalitas media, salah satu tantangan media saat Pemilu 2024 adalah konglomerasi media yang justru sangat berbahaya dalam mempengaruhi fungsi media sebagai penyampai informasi objektif.
Konglomerasi media dengan adanya campur tangan pemilik yang berlatar belakang anggota maupun pengurus parpol, justru akan mengabaikan keterbukaan informasi utuh kepada publik. "Konglomerasi media ini mau tidak mau ikut mempengaruhi pasar, iklan, dan fungsi pers di publik. Ada sejumlah media yang cenderung menyiarkan agama tertentu bahkan menjelekkan agama tertentu. Mungkin, banyak iklan dari partai itu atau ada kebenaran yang tidak didukung dianggap hoax. Saya kira ini harus dihindari," jelasnya. *ant
"Memasuki tahun politik, integritas wartawan dalam mengawal masa kampanye dan Pemilu 2024 nanti akan sangat penting. Dengan menaati pedoman yang ada, otomatis akan menentukan integritas wartawan dalam menjalankan tugas sehari - hari," kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, di Simalungun, disela kegiatan Press Camp yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Jumat (17/3).
Menurut Ninik, di tengah kebebasan pers saat ini, hendaknya profesi wartawan dalam menyajikan informasi juga turut dibentengi oleh UU Pers serta penyiaran. Mengingat, saat ini masih banyak ditemukan sejumlah wartawan mengabaikan nilai karya yang dapat dipercayai masyarakat secara utuh.
"Karena kebebasan pers, maka dewan Pers mengeluarkan UU Nomor 40 untuk memagari. Berbagai kode etik yang merupakan pedoman bagi pers. Diantaranya jurnalis harus independen dalam menghasilkan karyanya, akurat, berimbang, dan tidak punya itikad buruk," kata Ninik.
Persoalan menghadapi era digital saat ini, kata dia, setiap media secara tidak langsung dituntut menyajikan berita dengan cepat. Namun, terkadang terkait keakurasian informasi atau keberimbangan justru diabaikan.
Karena itu, setiap wartawan harusnya bisa menempuh cara - cara professional dalam menyajikan karya jurnalistik. Mulai dari mendapat pengakuan badan hukum hingga kepemilikan kantor.
"Media cyber yang sudah melakukan validasi itu baru 1.700 media dari 2.400 yang mengajukan diri ke dewan pers. Artinya masih banyak media kita yang belum profesional. Artinya media pers harus sudah berbadan hukum Indonesia sehingga legal standingnya ada dan kantornya ada," katanya.
Selain menjaga integritas wartawan dan profesionalitas media, salah satu tantangan media saat Pemilu 2024 adalah konglomerasi media yang justru sangat berbahaya dalam mempengaruhi fungsi media sebagai penyampai informasi objektif.
Konglomerasi media dengan adanya campur tangan pemilik yang berlatar belakang anggota maupun pengurus parpol, justru akan mengabaikan keterbukaan informasi utuh kepada publik. "Konglomerasi media ini mau tidak mau ikut mempengaruhi pasar, iklan, dan fungsi pers di publik. Ada sejumlah media yang cenderung menyiarkan agama tertentu bahkan menjelekkan agama tertentu. Mungkin, banyak iklan dari partai itu atau ada kebenaran yang tidak didukung dianggap hoax. Saya kira ini harus dihindari," jelasnya. *ant
Sumber: Nusabali
Berita Terkait
Berita Populer Dari Nusabali