-
Bruno Fernandes Butuh Patner in Crime di Lini Tengah, Manchester United Kudu Melirik 5 Gelandang Ini
57 menit lalu -
Mengaku Pernah Terpapar COVID-19, Menko Airlangga Donor Plasma Konvalesen: Bantu Selamatkan Jiwa!
39 menit lalu -
OJK Pamer Kekuatan Bank Syariah di Tengah Covid-19
48 menit lalu -
Pelatih Bali United Harap Liga 1 2021 Ada Sistem Degradasi
42 menit lalu -
Seleksi Direksi Perumda Tirta Mangutama, Golak dan Suarsa Ikut Bersaing
55 menit lalu -
5 Foto Menggoda Georgina Rodriguez saat Olahraga, Bikin Cristiano Ronaldo Betah!
41 menit lalu -
Dana Hibah Pariwisata Dinikmati 655 Hotel dan 274 Restoran
57 menit lalu -
Solskjaer Ungkap Alasan Tarik Keluar Bruno Fernandes
48 menit lalu -
Pertumbuhan Kredit 2021 Diramal Tembus 7,3%
34 menit lalu -
4 Alasan Kuat Manchester City Bakal Bakal Menerkam Manchester United dan Liverpool dalam Perburuan Gelar Liga Inggris
37 menit lalu -
Liga Inggris: Harry Maguire Makin Cocok dengan Victor Lindelof, Bagaimana Nasib Eric Baily?
33 menit lalu -
Sehari, Kasus Baru dan Angka Kesembuhan Hampir Seimbang
58 menit lalu
Bela Hong Kong, 5 Negara Ramai-ramai Keroyok China

Amerika Serikat (AS) dan sekutunya kini fokus terhadap kasus yang terjadi di Parlemen Hong Kong. Tergabung dalam kelompok intelijen lima negara, Five Eyes, AS mendesak China berhenti mengkriminalisasi anggota legislatif Hong Kong.
Kelompok yang digawangi AS, Australia, Inggris, Kanada, dan Selandia Baru ini memprotes aturan baru China, untuk mendiskualifikasi legislator terpilih di Hong Kong. Kebijakan ini sebenarnya bagian dari upaya untuk membungkam para kritikus.
Baca Juga: China Copot Anggota Parlemen Pro-Demokrasi Hong Kong, Begini Reaksi Keras Jerman
Five Eyes mendapati, legislator yang didiskualifikasi dan menjalani hukuman kurungan merupakan politisi yang vokal terhadap isu seputar reformasi dan demokrasi di Hong Kong.
"Kami mendesak otoritas pusat China untuk mempertimbangkan kembali tindakan mereka dan segera mengembalikan anggota Dewan Legislatif," bunyi pernyataan bersama Menteri Luar lima negara itu, dikutip Reuters, kemarin.
Hong Kong memecat empat anggota oposisi dari badan legislatifnya pekan lalu. Langkah tersebut memicu penguduran diri massal anggota parlemen oposisi pro demokrasi Hong Kong.
Ini juga meningkatkan kewaspadaan lebih lanjut di Barat tentang tingkat otonomi Hong Kong, yang dijanjikan di bawah prinsip "satu negara, dua sistem".
"Tindakan China jelas melanggar kewajiban internasionalnya di bawah Deklarasi Bersama China-Inggris yang mengikat secara hukum dan terdaftar di PBB," kata Menlu Five Eyes.
China dan Inggris menyepakati soal otonomi Hong Kong usai dilepas pada 1997. AS pun memberi sanksi individu kepada Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam dan pejabatnya, karena mengesahkan dan mengimplementasikan UU Keamanan Nasional.
Dengan sanksi tersebut, Carrie Lam dan pejabatnya tidak akan memiliki akses ke bisnis, aset, maupun properti di Amerika. Sebaliknya, perusahaan Amerika juga tidak bisa berbisnis dengan mereka.
China membantah mengekang hak dan kebebasan warga Hong Kong. Tetapi pihak berwenang di kota pusat keuangan global itu dengan dukungan Beijing telah bergerak cepat membungkam perbedaan pendapat, setelah protes anti pemerintah berkobar pada Juni tahun lalu.
Sebelumnya, empat legislator oposan Hong Kong langsung terdiskualifikasi begitu Komite Tetap Kongres Nasional Rakyat China (NPC) mengesahkan resolusi pemberdayaan pemerintah lokal dalam sidang ke-13 di Beijing yang berakhir pada Rabu (17/11/2020).
Empat legislator tersebut adalah Alvin Yeung Ngok Kiu dari Partai Sipil, Kwok Ka Ki, Den - nis Kwok, dan Kenneth Leung, masing-masing dari Persekutuan Profesional.
Pemerintah Hong Kong juga memastikan pemecatan anggota parlemen tersebut beberapa menit setelah NPC, lembaga legislatif China, dalam resolusinya memberikan kekuasaan kepada pemerintah lokal untuk menggulingkan politisi tanpa harus melalui pengadilan.
Naskah resolusi yang beredar di kalangan media di China menyebutkan, keempat legislator tersebut mengancam keamanan nasional, mendukung kemerdekaan Hong Kong, dan berusaha mendapatkan bantuan asing dalam mengatasi urusan internal Hong Kong.
Penulis: Redaksi
Editor: Muhammad Syahrianto
Foto: REUTERS/Lam Yik