-
Bahas Transaksi Janggal Rp349 Triliun, 3 Anggota Komisi III yang Ditantang Mahfud MD Hadir di Rapat
56 menit lalu -
Senyum Semringah, Mahfud MD Siap Buka-bukaan Transaksi Janggal Kemenkeu
58 menit lalu -
Segini Besaran THR Pensiunan PNS 2023, Bisa Dapat Jutaan Rupiah
54 menit lalu -
Update Covid-19 Per 29 Maret 2023: Positif 6.745.453, Sembuh 6.579.584 dan Meninggal 161.008 Orang
42 menit lalu -
Guru Honorer di Kota Medan Meringis, Dana Insentif Belum Diterima 3 Bulan
47 menit lalu -
Sri Mulyani Akui Kompleksitas dalam Transisi Energi
31 menit lalu -
Konsolidasi di Medan, PDIP Ingin Perkuat Kemenangan di Sumut pada Pemilu 2024
30 menit lalu -
DPR Persoalkan PPATK Laporan ke Menko Polhukam soal Transaksi Janggal Rp349 T, Mahfud MD: Loh Saya Ketua
30 menit lalu -
Erick Thohir Perbarui Mekanisme Penugasan Khusus BUMN, seperti Apa?
26 menit lalu -
China Sebut Rencana Pertemuan DPR AS dan Presiden Taiwan Sebagai Provokasi Serius
59 menit lalu -
Terdakwa Kasus Pemerkosaan Anak di Jakut Divonis 9 Tahun, RPA Perindo Apresiasi
28 menit lalu -
Pasutri di Johor Keracunan Ikan Buntal, Istri Meninggal Sesak Napas
34 menit lalu
AS Hukum Insinyur China karena Jadi Mata-Mata, Pemimpin Dunia Diminta Waspada Aksi Spionase

CHINA - Seorang insinyur China divonis delapan tahun karena memata-matai Amerika Serikat (AS), dalam kasus yang terkait dengan upaya China untuk mencuri rahasia dagang penerbangan.
Departemen Kehakiman AS, Ji Chaoqun (31), telah mengidentifikasi ilmuwan dan insinyur itu untuk kemungkinan perekrutan. Dia juga mendaftar di Cadangan Angkatan Darat AS dan berbohong kepada perekrut. Otoritas AS mengatakan Ji bekerja di bawah arahan unit kunci intelijen negara China.
(Baca juga: Insinyur China Dihukum Penjara Selama 8 Tahun karena Jadi Mata-Mata AS untuk Curi Rahasia Dagang Penerbangan)
Berdasarkan pernyataan Departemen Kehakiman, Ji tiba di AS dengan visa pelajar satu dekade lalu. Dia dituduh memberikan informasi kepada Kementerian Keamanan Negara Provinsi Jiangsu (JSSD) tentang delapan orang untuk kemungkinan perekrutan.
Melansir BBC, individu tersebut semuanya adalah warga negara AS yang dinaturalisasi yang berasal dari China atau Taiwan, dengan beberapa bekerja sebagai kontraktor pertahanan AS.
China juga diduga memiliki kemampuan melakukan kegiatan spionase ilegal di seluruh dunia, melalui microchip yang ditanam pada barang-barang elektrik dan elektronik buatan mereka yang di ekspor keluar negeri.
Kemampuan Beijing ini, dilansir oleh Asian Lite International dalam laporan hasil riset dan investigasi mereka beberapa waktu lalu, yang menyebutkan China menanam microchip di berbagai produk elektroniknya, antara lain komputer laptop, speaker pintar yang dikontrol suara, jam tangan pintar, lemari es, bola lampu.
Mekanisme transfer data dari berbagai perangkat elektrik maupun elektronik yang dilakukan Beijing, yakni dengan menancapkan microchip Internet of Things (IoT) seluler, untuk mengumpulkan data lalu mengirimkannya melalui jaringan 5G.
Asian Lite Internasional menyebut barang-barang elektrik hingga elektronik yang diekspor Beijing dan banyak beredar diseluruh dunia, tentunya menjadi ancaman nyata bagi keamanan negara, ekonomi, privasi dan HAM negara-negara yang mengimpor barang buatan China.
Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (Centris) mengingatkan pemerintah Indonesia dan pemimpin dunia lainnya untuk lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap barang-barang buatan China yang membanjiri pasar dalam negeri masing-masing.
Peneliti senior Centris, AB Solissa mengimbau agar negara-negara dunia meningkatkan kemampuan teknologi dan produksi barang-barang elektrik atau elektronik agar tidak lagi bergantung dengan barang-barang China.
"Pertama, aksi spionase ilegal China seperti yang tertera dalam laporan Asia Lite Internasional, jelas mengancam kedaulatan suatu negara," kata AB Solissa kepada wartawan, Kamis (2/2/2023).
Dikatakannya, para pemimpin dunia seyogianya melakukan protes kepada Beijing dan membawa permasalahan kegiatan mata-mata ilegal China ke pengadilan internasional.
"Ini artinya Beijing memiliki dan dapat mengakses serta terakses ke seluruh perangkat elektrik dan ekektronik 'made in China' yang juga digunakan oleh beberapa objek vital suatu negara seperti pusat pemerintahan hingga militer," tutur AB Solissa.