-
Kalah Ranking FIFA dari Malaysia, Timnas Indonesia Berpotensi Main dari Babak Pertama Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia!
52 menit lalu -
Jadwal Buka Puasa Provinsi Bali Rabu 29 Maret 2023 Berikut Fadilahnya
55 menit lalu -
Mahfud MD Bakal Blak-blakan soal Transaksi Janggal Rp349 Triliun
50 menit lalu -
Berikut Ini 10 Lokasi Bazar Ramadan Pemkab Karawang, Lengkap!
49 menit lalu -
Fostan Rangkum Pahit Manis Nostalgia dalam Lepas Semua
44 menit lalu -
Siap Beri Penjelasan Transaksi Janggal Kemenkeu, Kepala PPATK Tiba di Gedung DPR RI
53 menit lalu -
Personel TNI dan Masyarakat Distrik Mukoni Gelar Batu Batu, Ada Apa?
51 menit lalu -
PBB: Korban Penghilangan Paksa dan Penculikan Korut Harus Dapatkan Keadilan
45 menit lalu -
Bahas Transaksi Janggal Rp349 Triliun, 3 Anggota Komisi III yang Ditantang Mahfud MD Hadir di Rapat
34 menit lalu -
Daftar 4 Pensiunan yang Dapat THR dan Gaji ke-13, Cair H-10 Lebaran!
54 menit lalu -
Senyum Semringah, Mahfud MD Siap Buka-bukaan Transaksi Janggal Kemenkeu
36 menit lalu -
4 Pesepakbola Muslim yang Ternyata Pernah Bermain untuk Timnas Israel, Nomor 1 Jebolan Liga Inggris
59 menit lalu
Ahli Kembangkan Tes untuk Deteksi Autisme dari Sehelai Rambut

JAKARTA -- Para peneliti telah mengembangkan tes untuk autisme yang diklaim bisa menemukan penanda risiko melalui sehelai rambut. Ini menjadi inovasi yang bisa membantu dokter mengidentifikasi autisme pada anak kecil sebelum mereka kehilangan masa pesat perkembangan.
Tes tersebut masih dalam tahap awal pengembangan oleh startup LinusBio dan masih proses persetujuan federal AS. Ini merupakan alat bantu diagnostik bagi dokter dalam mengidentifikasi autisme, bukan alat yang dapat digunakan secara mandiri.
Mengingat rambut bisa menyimpan paparan logam dan zat lain, teknologi ini menggunakan algoritma untuk menganalisis pola logam tertentu yang menurut para peneliti terkait dengan autisme. Alat tes ini adalah yang pertama menganalisis jenis riwayat paparan tersebut dari waktu ke waktu.
"Analisis memprediksi autisme secara akurat, sekitar 81 persen," kata peneliti studi peer-review yang diterbitkan Desember 2022 di Journal of Clinical Medicine.
Para peneliti berharap teknologi tersebut dapat membantu anak-anak menerima perawatan intervensi lebih dini. Teknologi baru itu juga mengarah pada pengembangan obat baru atau model terapi bagi anak kecil.
"Teknologi ini sangat baru. Penggunaan rambut dan jenis pengukuran yang mereka lakukan dengan rambut sangat inovatif. Ini terobosan," kata profesor ilmu kesehatan lingkungan di Columbia University, Dr Andrea Baccarelli, seperti dikutip dari NBC, Ahad (5/2/2023).
Penyebab autisme masih tetap misterius. LinusBio mulai memasuki pembahasan tentang peran yang mungkin dimainkan oleh faktor lingkungan dan genetik.
Para peneliti telah menemukan banyak sekali faktor risiko yang terkait dengan autisme, termasuk infeksi selama kehamilan, polusi udara, hingga stres yang dialami sang ibu. Beberapa polusi dari logam, yang diketahui menyebabkan masalah perkembangan saraf, juga terkait dengan autisme.
"Semua faktor risiko tersebut berfungsi dengan pemicu risiko genetik. Dalam 15 tahun terakhir, semakin banyak peneliti yang mengalihkan perhatiannya ke faktor lingkungan," kata profesor di Departemen Kesehatan Mental di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Heather Volk.
Namun demikian, beberapa ahli memilih tetap berhati-hati merespons temuan tersebut sekaligus menyarankan lebih banyak penelitian. Dokter spesialis saraf anak di Geisinger Autism & Developmental Medicine Institute, Scott Myers, mengungkapkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum menyimpulkan bahwa tes ini adalah ukuran yang valid dari risiko gangguan spektrum autisme.
- Cerita Mahasiswa UMM yang Jadi Terapis Autis
- Cara Optimalkan Sistem Imun Anak Sejak Masih Dalam Kandungan
- Logam Timah Picu Meningkatnya Penyandang Autisme di Babel
- Anggota DPR Desak Maskapai untuk Penuhi Hak Pramugari yang Ingin Berjilbab
- Tonton Laga Persib Vs PSS, Menpora Apresiasi Penyelenggaraan Pertandingan di Stadion GBLA